Al-fudhail Ibnu Iyad At-Tamimi seorang tokoh sufi sejati. Kesibukan Al-Fudhail dalam berzikir kepada Allah SWT. telah membuat dia tidak peduli kepada raja dan para khalifah. Dia tidak memerlukan harta kekayaan atau kemewahan dari mereka, dan dia tidak meminta kepada siapa pun, kecuali hanya kepada Allah SWT. yang senantiasa memberi anugrah kepada makhluk insani.
Pada suatu hari, ketika khalifah Harun Al-Rasyid menunaikan
ibadah haji, khalifah pergi ke rumah Ibnu Rabi'. Dia menyuruh pengawalnya untuk
memanggilnya.
Maka Ibnu Rabi' pun segera menyambut panggilan khalifah: "Wahai Amirul Mukminin, andaikata tadi menyuruh
seseorang untuk memanggilku, maka aku akan segera datang kepadamu."
Jawab Harun al-Rasyid: "Celaka
kamu, kini aku sedang bingung, coba panggilkan seorang ulama. Aku akan bertanya
kepadanya."
Kata Ibnu Rabi ’ : "Di sini
ada Sufyan Ibnu Uyainah."
Kemudian kami berkunjung ke rumah Sufyan Ibnu Uyainah.
Setelah khalifah Harun al-Rasyid berbincang-bincang dengannya, maka dia memberi
hadiah kepada Sufyan Ibnu Uyainah sejumlah uang untuk melunasi
hutang-hutangnya, dan Sufyan Ibnu Uyainah pun mau menerima pemberian tersebut.
Tetapi Khalifah Harun al-Rasyid masih belum merasa puas, dan
dia masih perlu mencari ulama yang lain, maka Ibnu Rabi' mengajaknya berkunjung
ke rumah seorang ulama lain bernama Abd ar-Razaq Ibnu al-Human. Setelah
khalifah Harun al-Rasyid duduk di hadapan ulama tersebut dan mendengarkan
nasihatnya, maka sebelum pulang khalifah memberikan uang kepada ulama itu dan
ulama itu pun menerimanya pula.
Ternyata khalifah Harun al-Rasyid masih belum puas juga
mendengar nasehat ulama tadi, dia berkata kepada Ibnu Rabi: "Tunjukkan kepadaku seorang ulama lain karena
masalah ini masih mengganjal pada diriku".
Maka Ibnu Rabi' mengajak khalifah Harun Al-Rasyid datang ke
rumah Al-Fudhail Ibn Iyad. Setibanya di rumah Al-Fudhail, tampak cara
penyambutan Al-Fudhail kepada khalifah Harun a-Rasyid sangat berbeda dengan
cara penyambutan Sufyan Ibnu Uyainah dan Abd ar-Razaq ibnu al-Haman. Jika
Sufyan Ibnu Uyainah dan Abd ar-Razaq ibnu al-Human menyambut khalifah Harun
al-Rasyid dengan tergesa-gesa datang menyongsong ke depan pintu rumahnya,
demikian pula mereka mau menerima uang yang diberikan Oleh khalifah Harun
al-Rasyid kepada mereka berdua, lain halnya dengan Al-Fudhail, ketika khalifah
Harun al Rasyid datang padanya, dia sedang mendirikan shalat dan membaca kitab
suci Al-Qur'an. Setelah Al-Fudhail selesai mendirikan shalat, khalifah Harun
Al-Rasyid mengetuk pintu rumahnya, dia bertanya, "Ada
urusan apa khalifah Harun Al-Rasyid datang kepadaku?" kemudian dia turun
dan membukakan pintu rumahnya, ketika dia menjabat tangan khalifah Harun
Al-Rasyid, maka Al-Fudhail pun berkata: "Alangkah halusnya telapak tangan ini, sungguh beruntung
andaikan telapak tangan ini kelak dapat selamat dari siksaan Allah SWT."
Maka khalifah Harun al-Rasyid berkata kepadanya: "Ambillah semua harta yang kami bawa untukmu."
Akan tetapi al-Fudhail Ibn Iyad hanya berkata: "Dulu ketika Umar ibnu al-'Aziz menjadi khalifah dia
pernah mengundang ketiga ulama tersebut: "Sesungguhnya aku sedang diuji
oleh Allah SWT. dengan kekhalifahan ini, maka berilah aku petunjuk dalam
melaksanakannya". Umar ibnu Abd al-'Aziz mengungkap kedudukan ini
sebagai nikmat. Nasihat inilah yang disukai khalifah.
Khalifah Harun al-Rasyid berkata kepada Al-Fudhail, "Nasihat apa yang disampaikan ketiga ulama
tersebut kepada khalifah Umar ibnu Abd al-'Aziz?".
Jawab Al-Fudhail,
"Salim berkata kepada khalifah Umar ibnu
Abd al-Aziz, "Wahai khalifah, jika tuan
ingin selamat dari siksaan Allah SWT. pada hari kiamat kelak, maka jauhilah
kesenangan duniawi dan ingatlah kepada kematian".
Sedangkan Muhammad ibn Ka'ab memberi nasihat: "Jika tuan ingin selamat dari siksaan Allah SWT,
hendaknya tuan menganggap semua orang tua dari kaum Muslim in sebagai bapak,
menganggap orang muda sebagai saudara, dan menganggap anak kecil dari mereka
sebagai anak. Kemudian hormatilah orang yang kamu anggap bapak, dan hormatilah
orang yang kamu anggap saudara serta sayangilah anak-anak yang kamu anggap
sebagai anakmu".
Ada pun Raja'lbnu Hayawah memberi nasihat, "Jika tuan ingin selamat dari siksa Allah SWT. pada
hari kiamat kelak, hendaklah tuan mencintai kaum Muslimin sebagaimana tuan
mencintai diri tuan sendiri, dan jauhkan dari kaum Muslimin segala yang tidak
mereka senangi, sebagaimana yang tuan lakukan pada diri tuan sendiri. Kemudian
matilah tuan sebagaimana yang tuan inginkan,"
Aku katakan kepadamu wahai khalifah: "Sesungguhnya aku sangat mengkhawatirkan dirimu pada hari kiamat
dimana kaki-kaki banyak yang tergelincir ke dalam neraka .
Kemudian A-Fudhail bertanya kepada khalifah “Adakah kamu mempunyai penasihat yang senantiasa memberi
petunjuk padamu sebagaimana yang dilakukan oleh Umar ibnu Abd al-Aziz?"
Mendengar ucapan itu khalifah Harun al-Rasyid menangis sejadinya.
Ketika Ibn Rabi' berkata pada Al-Fudhail ibnu Iyad, "Kasihanilah Amirul Mukminin (khalifah Harun
al-Rasyid)."
A-Fudhail berkata: "Wahai Ibn Rabi', apakah kamu dan kawan-kawanmu
akan membunuhnya? Demikian itulah cara aku mengasihani dia."
Al-Fudhail berpendapat bahwa kemunafikan berarti
membunuh khalifah, sedangkan nasihat berarti memberikan kehidupan.
Meskipun Al-Fudhail berterus terang dalam memberikan nasihat
kepada khalifah Harun al-Rasyid, khalifah tetap menangis setiap kali disebutkan
mengenai besarnya tanggung jawabnya kelak di hadapan Allah SWT. Ketika khalifah
Harun al-Rasyid hendak kembali, dia bertanya kepada Al-Fudhail, "Adakah kamu mempunyai hutang?"
Jawab Al-Fudhail: "Ya,
hutang kepada Allah SWT. yang mana aku harus mempertanggungjawabkannya, maka
celakalah aku jika allah SWT, bertanya kepadaku dan menuntut aku agar mempertanggungjawabkannya,
dan celakalah aku bila tidak dapat memberikan alasan yang tepat."
Khalifah Harun d-Rasyid berkata: "Sesungguhnya
yang aku maksud adalah hutang piutang kepada manusia," Dia menyuruhku agar
aku meng-Esakan-Nya dan menaati perintah Nya sebagaimana firman Allah:
"Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku, Aku
tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka, Aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pemberi rezeki,
Yang Mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh." (Adz-Dzariyat:56-58)
Kemudian khalifah Harun al-Rasyid berkata: "Terimalah uang 1.000 dinar untuk kamu berikan
kepada keluargamu dan untuk menunjang ibadahmu."
Tetapi Al-Pudhail menolaknya dan berkata: "Subhanallah, aku hanya menunjukkan kamu jalan
menuju keselamatan, mengapa kamu membalasku seperti ini? Semoga Allah SWT
memberikan kesejahteraan dan taufik kepadamu."
Setelah itu khalifah Harun al-Rasyid dan ibnu Rabi' keluar,
ketika masih di luar pintu, khalifah Harun al-Rasyid berkata kepada Ibnu Rabi': "Jika kamu menunjukkan kepadaku seorang ulama,
tunjukkanlah aku ulama yang seperti ini. Inilah imam kaum muslimin yang
sejati."
Sementara itu, istri Al-Fudhail keluar menghampiri
Al-Fudhail dan berkata: "Tidakkah
kamu tahu, kita sedang dalam kesulitan; jika kamu menerima uang itu, maka itu
akan meringankan kita?"
Kata Al-Fudhail kepada istrinya: "Perumpamaan
aku dan kamu ini bagaikan satu kaum yang mempunyai unta, mereka upah tenaga
dari unta itu, setelah unta itu besar mereka menyembelihnya dan makan
dagingnya."
Ketika khalifah Harun Al-Rasyid mendengar pembicaraan
Al-Fudhail dan istrinya, maka dia berkata kepada Ibnu Ra'bi, "Ayo kita kembali, barangkali Al-Fudhail mau menerima
uang dari kita."
Tetapi Al-Fudhail tetap pada pendiriannya, dan tidak mau
menerima sedikit pun dari uang itu.






